Stupid E: Nanti kapan-kapan kucolek deh dia kalau inget.
Madam R: Nggak usah. Orang nggak jelas gitu. Buat apa?
Stupid E: Kan kubilang kalau inget....
Madam R: Aku doakan mudah-mudahan nggak inget. Amiiin.
Stupid E: Segitunya! *terbahakbahak*
Situasinya jadi aneh. Saya sudah move on, sudah tak merasakan apa-apa lagi terhadapnya. Tidak cinta, tidak rindu, tidak sayang, bahkan tidak pula benci.
Sebaliknya, seolah-olah dia masih saja tetap dalam kegalauan *otakku belum jernih-menurut istilah dia sendiri*. Membuat saya ingin mengguncang-guncang badannya sampai rontok dengan kejengkelan tingkat dewa.
'Hey, apa lagi sih yang kamu risaukan? Kamu sudah berhasil menghancurkan hatiku, dan sekarang aku kembali ke bumi dengan baik-baik saja-meski hatiku penuh tambalan. Aku sudah pulih, kenapa kamu belum?'
Sejujurnya saya ingin sekali masih berteman dengannya. Tetapi ia menyembunyikan diri di negeri Galauland itu dan menolak pindah ke Realityland. Sekalinya bicara, yang terucap dari mulutnya cuma kata 'maaf' yang membuat tensi saya naik. Saya bosan dengan kata 'maaf.' Orang-orang terlalu mudah mengucapkannya, tetapi kemudian dengan sama mudahnya, membuat kerusakan lagi.
Beberapa teman jadi ikut sebal. Mereka bilang sebaiknya saya tidak usah lagi berurusan dengan dia. Tapi bagaimana mungkin? Saya kok kasihan melihat dia tampak terkucil di tengah dunia yang ramai hingar bingar ini (meskipun mungkin tidak seterkucil itu juga sih). Dulu dia pernah menjadi bagian dari dunia yang penuh canda ini.
Saya ingin mengulurkan tangan padanya. Tapi mereka bilang: orang yang nggak jelas apa maunya biarkan saja di sana,
Yah.. gimana sih?
pict from weheartit.com |