Tampilkan postingan dengan label Enno's cubicle. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Enno's cubicle. Tampilkan semua postingan

21 Agustus 2013

What Goes Around Comes Around

No need for revenge. Just sit back and wait.
Those who hurt you will eventually screw up.
And if you're lucky, God will let you watch.

..............................

Orang yang memarahi saya, padahal saya nggak salah.
Mengatai saya pemalas, padahal setiap hari saya kerja kayak babu di rumah sendiri.
Menganggap saya pengangguran, padahal saya bisa jalan-jalan ke luar kota hampir tiap bulan pakai uang hasil kerja sendiri.
Bercerita ke semua orang dengan puas dan bangga bahwa dia memarahi saya karena saya ini pemalas yang sudah seharusnya dimarahi.
Menyebarkan ke semua orang, supaya mereka tahu saya ini pemalas dan nggak becus (yang untungnya orang-orang tidak ada yang percaya).

Dia kecelakaan dan tulangnya patah. Harus dioperasi. Lalu persediaan darah di PMI kosong.

Saya tidak mensyukuri keadaannya. Saya prihatin. Saya sedih.
Saya tidak pernah berharap, apalagi mendoakan, dia mengalami kejadian seperti itu.
Cuma ada satu hal yang tiba-tiba tercamkan di otak saya. Hikmah dari kejadian ini.

Allah tahu saya sedih dimarahi dan dikatai seperti itu.
Alah tahu saya bukan pemalas dan pengangguran.
Allah tahu bahwa halaman rumah saya yang belum disapu di hari saat orang itu datang, tidak selamanya selalu kotor begitu.
Allah tahu alasan saya benar, bahwa tukang sapu yang biasanya saya suruh sedang mengerjakan sawahnya dulu.
Allah tahu, saya tidak sempat menyapu sendiri karena pekerjaan saya di rumah ini terlalu sangat banyak dan menghabiskan energi. Belum lagi, saya masih butuh remah-remah energi itu untuk menulis.
Allah tahu saya bukan sedang bermain games di komputer, melainkan bekerja mencari uang.
Allah tahu, mereka yang suka mengkritik saya selalu tinggal pakai rumah ini untuk berbagai acara keluarga, hanya tahu beres. Bahwa rumah tua ini harus diperbaiki atap bocornya, cat dindingnya, gorden robeknya, pagar kusamnya.
Allah tahu, saya pakai uang saya pribadi untuk memperbaiki semua itu. Jadi seharusnya yang suka usil tahu diri.

Allah tahu, saya tidak ridho dizalimi.

Maka Allah memberi peringatan bagi orang-orang yang zalim.
Karma does exist.

pict from here

22 Mei 2013

Rencana Kabur

Tadinya, Lebaran tahun ini sudah merencanakan pelarian. Kabur, tidak di rumah. Capcus ke kota lain dan mengurung diri di kamar hotel sampai tiba waktunya pulang, dua hari kemudian.
Begitu banyak kejadian yang menyebalkan, yang bikin saya nggak sudi ketemu muka dengan para biang keroknya.

Jangankan ketemu, salaman dan ngomong saja sedang malas super akut. Saya masih sakit hati. Meskipun, kata Nabi, memaafkan itu jauh lebih utama daripada menyimpan dendam, apa lagi memberi balasan.

Tetapi kalau saya kabur, siapa yang mengurus ayah saya coba? Selama ini cuma saya yang bisa diandalkan. Kasihan juga kalau tidak ada yang menyiapkan pakaian ayah saya untuk sholat Ied, membuatnya merasa nyaman di tengah begitu banyak ipar dan keponakan almarhum Ibu yang selalu berkumpul di rumah kami.

Saya harus membersihkan rumah. Sendirian, tentu saja. Mengganti semua sprei, sarung bantal, taplak meja. Membersihkan kaca dan tirai jendela. Lagi-lagi sendirian. 

Jadi, yah...
Terpaksalah, saya nggak jadi kabur. Meskipun keinginan itu sangat menggoda. Saya membayangkan kabur ke Jogja. Membayangkan tidur berleha-leha menonton tv sendirian atau browsing sana-sini tanpa ada gangguan. Jalan-jalan mencari makanan atau belanja. 
Sholat Ied di masjid terdekat, lalu pulang ke hotel. Saya nggak perlu makan ketupat opor. Toh, tiap hari bikin juga bisa.

Tetapi, ya itu tadi.
Kayaknya tidak bisa. Sigh!

21 Maret 2013

Girl Talks #6

Di suatu sore yang berhujan. Percakapan pesan pendek antara dua teman yang suasana hatinya sedang random.

Madam R: Sori, baru bales. Lagi beres-beres abis pindahan...
Stupid E: Cieee rumah baru! Berdua lagi sama housemate? Terus berdua sama suami kapan? 
Madam R: Iyaaa... kapan ya? Kapan Marcel ngelamar guaaa?
Stupid E: Hadeeeh!
Madam R: Eh, gue ngeces Marcel dari doloooo!
Stupid E: Ngeces doang. Kejar dong!
Madam R: Nggak pedeee...
Stupid E: Sama nggak pedenya aku pada Nicholas Saputra huhuhu....

Sungguh percakapan yang (nggak) penting, bukan? ^^

13 Maret 2012

Girl Talks #5

Madam R: Kecerdasan memang bikin cowok jadi keliatan keren, iya kan? Sayangnya susah dapat yang tampan sekaligus cerdas.
Stupid E: Aku pernah dapat yang cerdas satu kaaan? Sayangnya sakit jiwa.
Madam R: Nggak ganteng pula
Stupid E: Jiwa yang tidak jelas. Melayang-layang di udara. Tidak ke Barat, tidak ke Timur. Tidak ke Utara tidak juga ke Selatan. Bagaikan tidak diterima langit dan bumi.
Madam R: Bahasamu kayak cerita Pendekar 212.
Stupid E: iya memang kebanyakan baca Wiro Sableng kayaknya wakakak...

Percakapan antara kami terkadang bernada sarkastis. Toh memang percakapan antara kami berdua saja (yang hari ini iseng saya cuplik di sini haha).

26 Februari 2012

Girl Talks #4

Stupid E: Ada tulisannya tentang kematian seseorang yang kesannya pilu. Siapa ya? Kucingnya? Haha jadi menganalisa orang gini gueee...
Madam R: Nggak mungkinlah kucingnya.

............

Kamu tidak akan pernah tahu, bahwa diam-diam kami suka membicarakanmu. Kamu bahkan tidak tahu kalau diam-diam kutimbun semua jejak percakapan itu (sampai Madam R terbahak-bahak di ujung sana).

Iya, aku memang konyol. Tapi tindakan berjaga-jaga itu perlu. Karena seperti kubilang pada Madam R, aku tidak tahu kamu bagaimana, seperti apa. Maksudmu, tujuanmu... aku tak tahu.

Aku cuma penggemarmu. Itu saja dulu :)

pict from here

11 Januari 2012

Mandor

Mereka yang biasa berurusan dengan mendiang Ibu lalu berurusan dengan saya biasanya terkaget-kaget. Itulah yang terjadi pada Tante saya kemarin sore.

Ceritanya, ia akan membangun pabrik pengolahan limbah plastik menjadi bijih plastik. Saya diberi tugas menjadi caretaker-nya. Mulai dari bersih-bersih lahan yang akan dipakai bangunan sampai nanti kalau pabrik sudah berdiri. Mengurusi bahan baku, para buruh, dan lain-lain.

Padahal saya masih punya dua proyek buku. Satu novel (lagi) dan satu kumpulan cerpen. Tapi pekerjaan ini sepertinya menantang sekali. Dan bagi saya, segala hal yang berbau tantangan itu menarik dan tidak boleh dilewatkan.

"Orang-orang yang membersihkan lahan itu kan harus diberi makan ya Mbak?" Tanya tante saya. Ia biasa memanggil saya 'Mbak', meniru anak-anaknya. "Suruh saja orang memasak."
Cuma tiga orang kan? Biar saya saja, kata saya. Apa susahnya memasak buat tiga orang.
Lalu Tante memberikan sejumlah uang untuk dana operasional.
"Ini kurang lho, Tan," ujar saya tanpa tedeng aling-aling.
"Kok kurang?" Tante saya memperhatikan lembaran-lembaran seratus ribuan yang sudah saya terima dan sedang saya kibar-kibarkan.
"Kurang. Serius deh. Yuk Tan, kita hitung!"

Saya mengambil kertas, pensil dan kalkulator. Mulai merinci setiap hal apa saja yang biasanya akan muncul dalam pekerjaan membersihkan lahan. Selain makan nasi dan lauk pauk, juga ada rokok, kopi, cemilan, teh panas.

"Rokok mengambil porsi dana yang paling besar dalam sehari, Tan," kata saya. "Tiga orang tiga bungkus. Kalau satu bungkus rokok itu seharga tujuh sampai delapan ribu saja, dikali tiga sudah berapa tuh? Itu untuk sehari. Kalau pembersihan lahannya memakan waktu sampai seminggu, untuk rokok saja uang segini masih kurang." Saya nyengir.

Saya juga menghitung kopi dan gula, juga cemilan untuk tiga orang. Teh panas juga saya labeli biaya. Bahkan bahan bakar juga.

"Memasak dan menjerang air menggunakan gas. Setidaknya kita harus hitung biaya pembelian gas ukuran 3 kilogram. Cukuplah itu untuk memasak sekitar satu-dua minggu."

Tante saya terbengong-bengong. Saya tahu ia agak syok. Biasanya kalau urusan menjadi caretaker itu ditransaksikan dengan Ibu, tidak akan ada hitung-hitungan detail seperti yang saya lakukan. Ibu pasrah saja diberi berapa pun dana operasional. Ujung-ujungnya pasti nombok. Tetapi Ibu saya yang baik hati itu tidak akan meminta uang ganti. Meskipun urusannya berkaitan dengan bisnis.

Prinsip saya jelas berbeda. Yang akan dibangun ini pabrik. Urusan bisnis. Bagi saya yang memang digembleng zakelijk (saklek) di kampus hukum dulu, segala sesuatu harus ditempatkan sesuai dengan tujuannya. Business is business. Orang Betawi bilang : kagak ade urusannye ame sudare. Saya tidak mau uang saya terpakai untuk urusan bisnis orang lain. Kalaupun harus terpakai dulu, saya akan minta ganti.

"Nah, kalau pekerjaan ini sampai lima hari saja, uangnya kurang kan Tan?" Saya nyengir lagi.
Tante saya tak berkata apa-apa. Ia mengeluarkan lagi beberapa lembar seratus ribuan dari tasnya.
"Nanti Tante tinggal lihat catatan pengeluarannya." Saya mengacungkan buku notes yang sudah saya siapkan sejak pagi.
"Buku buat apa itu?"
"Buku kas dong."
Tante saya geleng-geleng kepala. Pasti dia tambah heran. Urusan tiga orang pekerja saja kok ribet betul. Ia tidak tahu bahwa soal uang orang lain, saya ini selalu hati-hati. Jangan sampai ada yang bilang saya menilap. Lagipula saya memang selalu sungguh-sungguh kalau diberi tanggungjawab.

Lalu Tante saya mulai membicarakan lagi soal pabriknya dan mesin-mesin yang akan datang beberapa hari lagi. Mengulangi lagi 'sabdanya' agar saya menjadi caretaker.

"Gaji bulanan kan?" Lagi-lagi saya 'ngelunjak'.
"Iya."
"Di atas UMR lho, Tan."
"Iyaaa."
"Sip, sip!" Saya bertepuk tangan. "Oh iya Tante, kursnya dollar kan?"
Tante saya melotot.
Oke, itu pertanyaan yang salah. Jadi saya kabur. Sambil cengengesan tentu saja. Hahaha.

pict from here

24 November 2011

Girl Talks #2

Siang ini.

Stupid E: Nanti kapan-kapan kucolek deh dia kalau inget.
Madam R: Nggak usah. Orang nggak jelas gitu. Buat apa?
Stupid E: Kan kubilang kalau inget....
Madam R: Aku doakan mudah-mudahan nggak inget. Amiiin.
Stupid E: Segitunya! *terbahakbahak*

Situasinya jadi aneh. Saya sudah move on, sudah tak merasakan apa-apa lagi terhadapnya. Tidak cinta, tidak rindu, tidak sayang, bahkan tidak pula benci.

Sebaliknya, seolah-olah dia masih saja tetap dalam kegalauan *otakku belum jernih-menurut istilah dia sendiri*. Membuat saya ingin mengguncang-guncang badannya sampai rontok dengan kejengkelan tingkat dewa.

'Hey, apa lagi sih yang kamu risaukan? Kamu sudah berhasil menghancurkan hatiku, dan sekarang aku kembali ke bumi dengan baik-baik saja-meski hatiku penuh tambalan. Aku sudah pulih, kenapa kamu belum?'

Sejujurnya saya ingin sekali masih berteman dengannya. Tetapi ia menyembunyikan diri di negeri Galauland itu dan menolak pindah ke Realityland. Sekalinya bicara, yang terucap dari mulutnya cuma kata 'maaf' yang membuat tensi saya naik. Saya bosan dengan kata 'maaf.' Orang-orang terlalu mudah mengucapkannya, tetapi kemudian dengan sama mudahnya, membuat kerusakan lagi.

Beberapa teman jadi ikut sebal. Mereka bilang sebaiknya saya tidak usah lagi berurusan dengan dia. Tapi bagaimana mungkin? Saya kok kasihan melihat dia tampak terkucil di tengah dunia yang ramai hingar bingar ini (meskipun mungkin tidak seterkucil itu juga sih). Dulu dia pernah menjadi bagian dari dunia yang penuh canda ini.

Saya ingin mengulurkan tangan padanya. Tapi mereka bilang: orang yang nggak jelas apa maunya biarkan saja di sana,

Yah.. gimana sih?

pict from weheartit.com

11 Oktober 2011

Girl Talks

Siang itu.

Stupid E: .... dan aku nggak bisa kayak yang lain itu, yang langsung pengen ngelupain, pergi dan bilang mau move on. Setidaknya aku merasa berhak atas penjelasan kenapa semuanya jadi begini... Aku bodoh ya? Aku salah nggak sih? Salah ya?

Madam R: Nggak. Reaksimu wajar kok. Yang nggak wajar itu dia. Galaunya kelamaan.

pict from here

5 Januari 2011

Prince of Dream



Saya ngakak sendirian membaca pesan di halaman fesbuk itu. "Halo, masih ingat aku?"
Wajahnya yang familiar itu terlihat di sudut kiri atas pesan. Wah, dia! Masih hidup ya?

Cowok ini, jujur ya, masih seganteng dulu. Malah kayaknya lebih ganteng sekarang. Kelihatan mature, mapan, dewasa, meskipun agak lebih gemuk. Hahaha... Saya kepingin ngakak lagi. Malu sendiri. Dia ini dulu saya taksir diam-diam waktu masih kuliah. Bukan perasaan yang serius. Hanya sekedar suka melihat kegantengannya dan sikapnya yang pendiam. Kelihatan misterius kalau sedang duduk di sudut kelas.

Dia satu angkatan di bawah saya, tapi umurnya lebih tua karena dia sudah dua tahun lebih dulu kuliah di fakultas lain. Satu kelas dengan saya di beberapa mata kuliah pilihan. Seperti saya, tampaknya ia tertarik pada jurusan hukum pidana.

Saya membuka galeri fotonya. Tertawa-tawa lagi sendiri. Masih belum berubah rupanya. Masih cool. Masih pendiam. Dan... ah, masih ganteng! Hahaha... Bagaimana saya bisa lupa? Dia itu dulu saya juluki Prince of Dream dalam buku diari saya.

Hahaha ya ampuuuun! Sudahlah, sekalian mengaku saja. Zaman dulu itu, dia hampir sering muncul di mimpi saya. Mimpinya selalu konyol. Lari bersama dikejar nenek sihir, tersesat di hutan penuh sarang laba-laba, memberi contekan waktu ujian, memukulkan dosen yang paling saya benci. Sungguhpun bukan mimpi-mimpi yang romantis, tapi dia selalu menjadi tokoh pahlawannya.

Saya membalas pesannya, masih sambil tertawa-tawa. "Masih dong. Kamu apa kabar? Sudah jadi pengacara handal? Semoga bukan pengacara perceraian."

Ia membalas lagi dengan ikon LOL. Dan saya tersenyum membayangkan di sana ia pasti sedang mempersembahkan senyum gantengnya kepada layar monitor lappy-nya (bukan kepada saya).

Ah, sayang sekali ya! Setor muka sini! Hahahahahaha.....

22 November 2010

Hidup Tenang



Majikan yang baik adalah yang bisa mendidik pembantunya menjadi lebih baik lagi. Betul tidak sih? Tapi yang jelas, pembantu saya yang bolot itu akhirnya mulai bisa mengerti cara kerja yang saya inginkan.

Ah, senangnya ....

Makan selalu dihabiskan. Mencuci piring menunggu saya selesai masak dulu supaya tidak bolak-balik bikin pusing. Kamar mandi selalu bersih dan wangi. Tidak terlalu banyak mengoceh tak penting dengan suaranya yang cempreng. Tidak setiap saat mengeluh hendak pinjam uang. Melipat mukena sehabis disetrika dengan benar. Menghamparkan seprei lebih dulu di atas alas setrikaan agar sekaligus tersetrika dengan rapi. Mengerti suhu panas setrika yang ada di tombol putarnya. Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Dan ia belajar memasak dari saya.

Saya mungkin bukan majikan yang baik. Tidak sebaik mendiang Ibu yang baik dan tidak galak. Saya langsung menegur dan bersikap tegas kalau ada yang bikin kacau. Tapi toh pembantu saya tetap bilang pada orang-orang bahwa saya itu sebetulnya baik. Kalau saya tegas itu cuma soal kebiasaan karena dulu jadi boss di kantor. Begitu ia bilang pada mereka.

Hidup saya agak tenang sejak pembantu bolot saya menjadi sedikit pintar. Hahaha.


gambar dari sini

6 November 2010

So Empty



Saya tak mengira. Ternyata tanpa Ibu rasanya terlalu sakit. Lebih sakit dari patah hati yang terparah sekalipun. Lebih sakit dari rasa terhina. Lebih-lebih sakit dari segala pahit.

Seolah-olah ada lubang besar dalam hati dan tak akan terisi lagi. Seperti tak ada tempat berpegang, tercerabut dari akar. Melayang tak tentu arah.

Tiba-tiba saja muncul sesal yang besar bersama jutaan hal yang ternyata belum sempat ditanyakan.

Di rumah sakit mana aku lahir, Bu? Betulkah hari Selasa? Bagaimana cara membuat sup kacang merah? Kenapa Ibu jatuh cinta pada Ayah? Puasa sebelum Idhul Adha itu boleh tiga hari saja kan? Sholawat yang Ibu ajarkan waktu aku kecil itu buat mendoakan apa?

Ah, Ibu... begitu banyak yang belum sempat ditanyakan.

Sore ini kangen yang membuncah membawa saya ke makam Ibu. Makam yang tanahnya masih merah dan basah oleh hujan. Yang nisannya masih berupa kayu seadanya dan taburan bunganya belum mengering.

Benarkah Ibu yang terbaring di dalam sana? Ibu, yang setiap sore duduk di beranda bersama Ayah dan kucing-kucing?

Lalu kekosongan itu datang seperti kabut yang membuat sesak. Saya sudah tak punya Ibu. Perempuan piatu yang terisak sendiri dalam gerimis di depan makam itu.

Kosong. Kosong. Tanpa perempuan yang pernah menghadirkan saya ke dunia ....

31 Oktober 2010

The Cozy Corners







Voila! Look at the corners of the house that I dreamed ^^

picts from
here

19 Oktober 2010

Gebetan Baru


Ehm, Kenzo... kenalin, ini Lee Min Ho.
Saya cuma mau bilang, saya lagi suka sama cowok ini. Boleh kan? ;)

15 September 2010

Acar Kuning


Bu, Retno memasak acar kuning hari ini. Mentimun dan wortel yang ada di kulkas sejak Ramadhan terakhir kemarin. Ibu ingin memasaknya untuk buka puasa, tapi tak jadi. Sayur kacang dulu saja, kata Retno. Ibu menurut saja.

Ibu ingin makan dengan acar kuning ya, Bu? Ini Retno buatkan untuk Ibu. Mungkin agak terlalu asin karena tetesan air mata yang jatuh ke bumbunya. Ibu terbaring saja tak bergerak di ranjang rumah sakit itu. Lalu bagaimana acar kuningnya? Bukalah matamu, Bu. Jangan diam tak bergerak begitu. Apa Ibu tidak mau merasakan acar kuning paling enak yang pernah Retno buat? Yang lain sudah mencicipi dan bilang begitu.

Bu, bangun, Bu. Lalu acar kuning ini untuk siapa? Ini Retno buatkan untuk Ibu, bukan untuk yang lain. Retno menyesal mencegah Ibu memasaknya waktu itu. Mungkin Ibu sedang ingin acar kuning, tapi mengalah padaku.

Ini acar kuning yang dibumbui penyesalan dan permohonan maaf. Retno menyesal selalu menyusahkan Ibu. Retno selalu menentang Ibu. Membantah dan memberontak. Maafkan Retno, Bu. Jangan hukum Retno dengan cara seperti ini. Jangan mengabaikan Retno dengan diam saja begitu.

Buka matamu, Bu. Tolong lihat Retno sebentar saja. Ini anakmu yang paling menyusahkan itu hendak memohon ampun padamu. Tolonglah jangan kemana-mana. Tetap bersama kami. Retno janji tidak akan pernah menyusahkan Ibu lagi.

Acar kuningnya Retno simpan di kulkas ya. Berharap ada mukjizat Ibu pulang ke rumah besok lusa. Dan suara Ibu yang nyaring dan ceria itu membahana lagi di rumah ini. "Ini acar dari mana?" Pasti Ibu akan berseru begitu saat membuka kulkas. "Retnoooo.... kenapa acarnya tidak dipanaskan!"

Ibu, ternyata Retno lebih memilih Ibu yang cerewet dan wara-wiri terus itu, daripada hanya diam begitu. Retno kangen Ibu. Kangen suara Ibu mengomel meski untuk hal-hal sepele.

Ibu, please cerewet lagi saja. Asal Ibu baik-baik saja.

_______________________

Ibu saya selalu memanggil saya 'Retno', nama jelas saya. Itu artinya permata, katanya.

21 Juli 2010

My Cute Voice (Pret!)




Denny jelek itu bilang suara saya kayak suara ABG! Huh! Iya gitu? Akhirnya dengan rasa penasaran yang akut, saya mengadakan survey.

Enno: Rez, kalo ditelpon suara gue kayak gimana?
Reza: Ha? Ya kayak suara lu lah, cempreng gitu
Enno: Lu emang monyet!

Berikutnya survey beralih kepada teman sepermainan (baca: teman gaul).

Enno: Eh Don, suara gue ditelpon gimana sih? Merdu kan ya? (hihihi)
Doni: Beuh, suara lu merdu no! Semerdu suara Desi Bebek, pacarnya Donald! Hahaha
Enno: Dasar kodok buduk!

Barangkali kalau tanya teman cewek, jawabannya lain.

Milla: Emang napa sih nanyain suara lu kayak gimana?
Enno: Adek gue bilang suara gue kayak ABG
Milla: Hahaha... ya terimain aja, emang lu mau operasi pita suara gitu?
Enno: Jadi... jadi... suara gue kayak ABG ya?
Milla: Kayak anak kecil
Enno: HUAAAA.... lebih parah!!!

Tapi dulu, lagi jamannya jadi breaker alias radio amatir, yang namanya Rosa ngetop! Wooo... itu nama udara saya tuh! Suara saya katanya seksoy hahaha (Jadi inget Popi). Tapi kata bokap saya yang ahli radio (radio perang buat tentara ya tapi), distorsi suara di radio dan di telpon itu beda.

Jadi, suara saya cuma terdengar seksoy di radio? Ah, jadi penyiar aaaah........
hihihi...

Dulu pernah gara-gara suara imut ini (huhuhu), temen sepupu saya kecele berat waktu telpon ke rumah.

Temen: Halo, Tyas ada?
Enno: Ada. Ini dari siapa?
Temen: Dari Rio
Enno: Oh, tunggu ya. Tyas masih di kamar mandi tuh.
Temen: Ini siapanya Tyas?
Enno: Saya sepupunya.
Temen: Namanya?
Enno: Enno
Temen (berdehem-dehem nggak jelas): Kelas berapa? SMA atau SMP?
Enno: Ha? Saya sudah kerja kok, Mas
Temen: Masa sih? Suaranya imut gini sudah kerja. Bohong yaaa.... ngaku-ngaku sudah besar biar boleh pacaran yaaa?

Lalu malamnya dia datang ke rumah, mau mengembalikan buku sama sepupu saya itu. Eh, minta ketemu sama 'sodara lu yang namanya Enno. Masih abg ya?'
Tyas manggil saya dan...... jreng!!!
Temennya melongo melihat 'si anak SMP' itu. Hahaha.

Suara ini kutukan apa bukan ya? Tapi kayaknya saya malah senang punya suara imut begini. Hihihi. Biar awet muda, kata camer saya, Mr Sianipar Senior.
Aha, dibelain kan? :D

__________

foto dari sini

13 Juli 2010

Geng


Dulu, waktu masih kecil, saya merasa nggak butuh teman cewek. Ibu suka banget memaksa saya pakai rok atau celana rok. Jadilah saya naik sepeda, memanjat pohon, main bulutangkis dan kejar-kejaran dengan memakai rok.

Tapi sekarang saya tahu, teman cewek itu membuat saya lengkap.

...........

"Ennoooo... lu kemana aja? Ngilang nggak tau rimbanya! Tau-tau kirim SMS Natal tapi nggak nongol-nongol!"
"Soriii, gue lagi nomaden. Lagian kenapa nggak nelpon?"
"HP gue hilang. Kecopetan!"
"Hehe pantes. Ya udah ntar gue kesitu ya."

Jangan tertipu penampilannya yang girly. Pretty bahkan lebih galak dari saya. Lebih preman, lebih terbuka dan sebagaimana orang batak, suaranya nyaring. Saya suka berteman dengan dia. Karena meskipun ia terlihat feminin dan full aksesoris, ia bukan jenis cewek yang dangkal. Jangan harap mendengarnya menggosipkan sesama teman cewek, atau iri hati pada orang lain atau membicarakan cowok ganteng yang dikenalnya.

Ia lebih suka menyeret saya ke toko manapun yang sedang diskon, ke tempat makan baru yang katanya enak, atau jogging pagi-pagi di Senayan. Yang kami bicarakan hanya urusan kami masing-masing. Pacar saya atau pacarnya, pekerjaan kami, keluarga, atau rencana bepergian yang asyik. Kami tidak pernah bosan dengan topik-topik seperti itu.

"Nduuuut! Jangan makan mulu! Dasar rakus!"

Dimanapun berada, teguran seperti itu adalah milik Kiki Harahap. Ia jauh lebih tua dari saya, umurnya awal 40an. Tapi perawakannya yang kecil dan gaya busananya membuat dirinya terlihat lebih muda 10 tahun. Anaknya satu, tapi lagaknya seperti masih lajang. Kami punya dokter kulit dan kafe favorit yang sama. Saya menganggapnya seperti kakak cerewet, yang enak dipinjami bahu untuk menangis.

Bintang Simorangkir biasanya akan muncul di ambang pintu dengan sapaan khas "Halo cinta!" Jika ada teman cowok kami di ruangan itu, ia akan menyapa dengan kalimat, "Apa kabar suami gelap?" Sambil cengengesan.

Rambutnya dipotong shaggy pendek dan dicat pirang. Kulitnya gelap hasil berjemur ala bule, selalu memakai celana pendek, kacamata hitam, dan segambreng aksesoris. Meski penampilannya agak aneh, ia orang yang sangat baik dan suka melucu. Pada saya, ia selalu memberi tips kecantikan dan hubungan dengan pria.

Kepada saya ia selalu berkata begini, "Boru, kau harus jadi orang yang sabar dan banyak berdoa. Dan jangan putus harapan, oke. Tuhan pasti kasih kau yang terbaik." Dan ia tak pernah lupa bertanya dengan logat bataknya yang nyaring, "Apa kabarnya Sianipar itu bah?!"

Bagian diri saya yang Jawa, yang lebih lembut, membuat saya bisa berteman dengan Ria. Ia teman kost saya, orang Jogja asli yang terdampar di Jakarta dan sekarang menjadi calon diplomat yang siap ditempatkan Deplu di luar negeri. Ia tipikal orang Jawa yang tulus, pendengar yang baik dan tahu bagaimana harus memberi komentar ketika seseorang curhat padanya. Terkadang ia hanya mengiyakan jika saya butuh diiyakan. Tapi ia juga bisa memberikan masukan ketika saya menghadapi dilema. Ia pandai berdiri di tengah-tengah dan dari tempatnya berada itu ia memberikan solusi. Benar-benar diplomat sejati.

Hari ini, nun jauh di kota kecil yang sepi tempat saya tengah berada, saya kangen mereka berempat. Teman-teman cewek saya yang sangat sedikit itu, yang keberadaannya melengkapi saya.

Love you gals!
_________

Foto dari
sini

3 Juli 2010

Keinginan Terpendam


Foto dari sini

Saya selalu ingat kejadian yang ini.

Ketika saya bekerja di sebuah kantor yang staf IT-nya sangat-sangat menyebalkan. Mentang-mentang si staf IT itu anak boss, karena sesuatu hal (yang tidak masuk akal) tiba-tiba ia menerapkan aturan dalam hal internet. Hanya satu komputer yang dipasangi internet. Itupun dipasangi password. Orang yang ingin menggunakan internet harus seizin dia. Orang yang sungguh sewenang-wenang dan minta digorok sepertinya!

Tapi saya tenang-tenang saja. Karena dia membagi waktunya dengan bekerja di kantornya sendiri, maka ia sering tidak berada di kantor saya. Maka dengan santainya saya mencoba membongkar password dia. Semua teman tahu tapi diam saja, karena mereka juga benci si anak boss gila itu. Ternyata saya memang bisa membongkar password itu. Benar-benar mengejutkan buat seorang yang tidak pernah mendalami komputer (apalagi IT), yang sebenarnya cuma bisa sekedar mengetik dan menulis blog. Saya tertawa puas sekali ketika itu.

Si anak boss sinting menemukan jejak passwordnya dibongkar. Dia kasak-kusuk bertanya siapa pelakunya. Semuanya membisu. Lalu ia pasang lagi password baru. Saya bongkar lagi. Ia pasang lagi, kali ini dengan sistem yang baru. Saya bongkar lagi. ia pasang lagi dengan sistem lainnya. Saya bongkar lagi. Demikian terus menerus sampai semua ilmunya habis terpakai dan dia bosan sendiri, akhirnya komputer itu tidak lagi dipasangi password! Hahahaha....

Sejak itu saya menyadari sesuatu. Kesukaan saya pada komputer tidak hanya sekedar karena alat ini bisa dipakai menulis dan menyimpan tulisan. Tidak hanya bisa dipakai untuk berselancar di dunia maya, memutar film dan lagu-lagu, atau bercakap-cakap jarak jauh dengan orang-orang. Saya menyukai komputer karena saya penasaran dengan cara pengoperasiannya. Selalu timbul pertanyaan setiap kali saya melihat program files. Kenapa bisa begini? Kenapa bisa begitu? Dan tangan saya gatal untuk mengutak-atik.

Belakangan ketertarikan saya berkembang ke internet. Saya ingin mempelajari cara membuat website, mendesainnya, membuat widget-widget keren dan bermanfaat.

Duh! Saya kepingin banget kursus web desainer!

12 Juni 2010

Wanted: Honest Maid without Handphone


Nasib saya belakangan ini bagaikan anak tiri. Di rumah saya harus kerja, kerja dan kerja. Gara-gara pembantu saya hamil dan memutuskan resign (ahahaha gaya!), maka semua tugas-tugasnya jatuh ke tangan saya.

Hmm... kalau sama gajinya sih mending. Ini sih kerja sosial namanya hahaha...

Dan saya baru menyadari, ternyata mencari pembantu di zaman sekarang ini susah. Bukannya tidak ada yang berminat sih, tapi yang benar-benar mau bekerja, jujur, tulus dan sungguh-sungguh mengabdi (kayak di zaman kerajaan gitu) sangat-sangat langka. Padahal nih, di kampung saya banyak ibu-ibu atau perempuan-perempuan muda yang hidupnya kekurangan... dan bukannya tidak ada yang berminat dengan lowongan di rumah saya. Tapi seperti saya bilang tadi, yang mau kerja sungguh-sungguh, jujur dan tulus itu ternyata belum ada sebijipun!

Proses rekruitmennya (gaya dong) sudah dimulai sejak minggu lalu. Ibu saya (dan saya setuju) menerapkan syarat pokok: jangan abege yang punya ponsel. Alasannya saya kira cukup masuk akal dan berdasarkan riset mendalam. Begini, beberapa saudara saya punya pembantu yang rata-rata usianya dibawah 23 tahun. Apa yang terjadi? Jam produktif mereka habis untuk bertelepon dan berSMS-ria.

Nyebelin nggak sih melihat seorang pembantu asyik duduk di sofa sambil mengetik SMS sementara majikannya yang baru saja mengambil air wudhu hendak sholat zuhur sibuk mencari sandal dan handuk? Itu terjadi di depan mata saya, waktu bude saya berkunjung sambil membawa pembantunya yang abege itu. Kepingin banget deh rasanya ngelempar si pembantu pakai sandal yang saya ambilkan untuk bude saya itu!

Dan pasti menyebalkan juga waktu kita sedang khusyuk mengaji, di depan kamar kita ada suara ramai mengobrol dari speakerphone ponsel yang diaktifkan. Itu terjadi waktu saya menginap di rumah sepupu saya, yang pembantunya kebetulan juga abege genit dan punya ponsel. Huh!

Bulan kemarin, sepupu saya yang lain memulangkan pembantunya ke kampung gara-gara ketahuan suka mencatut uang belanja yang setelah diselidiki ternyata untuk membeli pulsa. Seminggu setelah si pembantu dipulangkan, sepupu saya kaget waktu akan membayar tagihan telepon rumah. Jumlahnya membengkak sampai Rp 3 juta, dengan perincian sambungan ke nomor-nomor ponsel tak dikenal!

Jadinya ibu saya trauma. Itu sebabnya proses seleksi sangat ketat. Hahahaha. Akhirnya ya belum dapat juga pembantunya. Sigh!

Selama saya masih merangkap 'pembokat' sementara, setiap malam ada ritual khusus sebelum tidur. Mengolesi tangan dan kaki saya dengan vaseline banyak-banyak supaya nggak kasar dan pecah-pecah. Hiks.... saya nggak rela kalau hal itu sampai terjadi. Kasihan kan fans saya kalau pas salaman sama saya, ternyata tangan saya kasar....

Rencananya pencarian 'pembantu jujur' akan diperluas sampai ke luar kota, bahkan ke luar provinsi. Kemarin ibu saya baru saja telepon saudara kami di Temanggung, Jawa Tengah, minta dicarikan pembantu.

"Jangan yang abege dan punya ponsel ya, Mbakyu...," kata Ibu.

Ya sudah. Saya mau ngepel ya. Ciao!

10 Mei 2010

Remove

Mohon maaf, saya harus hapus kamu dari daftar kontributor di blog ini. Karena kamu ketahuan menjiplak isi blog orang untuk blog kamu yang lain, yang selama ini kamu sembunyikan dari orang lain.

Sebagai editor, saya sudah cek kata demi kata, kalimat demi kalimat dan semuanya sama meski tidak 100 persen. Karena kamu mengubahnya sedikit di sana sini.

Saya cek lagi, kamu tidak menuliskan komentar apapun di blog pemilik asli tulisan itu untuk meminta izin mencupliknya. Kamu juga tidak bisa mengelak dengan beralasan sudah minta izin melalui sarana lain (YM, telepon, e-mail atau bertemu langsung), sebab kepada seorang teman kita yang mengkonfirmasimu, kamu malah mengelak dan bilang: "Oh ya? Aku malah nggak tahu ada tulisan yang sama."

Oh please deh, mana mungkin ada tulisan yang sama persis kata per kata di dunia ini, kecuali kalau kamu bisa telepati. Lagipula tulisan yang asli lebih panjang. Kamu hanya mengambil 2 paragraf pertama plus judul dan prolog, tapi tidak kamu tulis sumbernya.

Selama ini, saya diam saja ketika kamu mengambil satu-dua kalimat, satu dua diksi, satu-dua kuplet tulisan saya atau orang lain... karena saya pikir, barangkali itu hanya terinspirasi. Toh saya (dan banyak teman-teman lain) juga sering terinspirasi oleh para penulis yang disukai. Tetapi plagiat semacam ini tidak bisa saya tolerir. Maaf, saya tegas dalam hal ini. Bukan saya sombong, tinggi hati atau sok kuasa. Tidak. Saya rasa, semua teman kontributor disini juga akan setuju jika blog ini diisi oleh para penulis yang jujur dan punya integritas. Pertemanan kita menjadi nyaman dan bisa saling berbagi tanpa ada ganjalan di hati.

Mungkin juga karena latar belakang pendidikan saya adalah hukum maka saya lebih frontal jika ada kasus pelanggaran semacam ini. Maaf, saya tidak bisa menahannya. Sudah mengalir dalam darah.

Karena itu saya hapus kamu dari daftar kontributor blog ini. Sekali lagi maaf. Semoga ini menjadi pelajaran buatmu. Menulislah yang jujur dari hati sendiri, dengan kemampuanmu sendiri. Sama sekali tidak sulit kok. Toh dunia blog itu untuk enjoy, bukan untuk berkompetisi.

----------------
Saya tahu, kamu mungkin akan segera menghapus jejakmu di blog tersembunyimu itu. Menghapus posting jiplakan itu. Tapi apa yang kamu lakukan akan selalu mencoreng namamu selamanya, setidaknya di mata saya.

12 Maret 2010

Launching Nggak Penting


Mok beli, Mok beli, Mok beli, Mok beli, Mok beli, Mok beli, dst....

-Denny the Sotoy man, saat promosi operator langganannya-
.............

Pojok Denny

Setelah satu misscalled, parade pesan pendek.
"Ini nomor kau ya, Mok?"
"Iye, akhirnya aku beli juga!"
"Wahahaha entar kutelpon aje ye. Aku lagi di jalan."
"Tapi caranya liat pulsa gimana nih?"
"Bintang satu satu satu bintang satu pagar! Wahahaha..."
"Huh! Panjang amat! Ribet!"
"Biarin. Yang penting banyak gratisannya. Isi pulsa 10 ribu dapat 15 ribu. Lebih dari itu dapat dua kali dari nilai isi ulang."
"Kuhabiskan dulu deh pulsa bonus kartu perdananya. Ntar kau yang isikan pulsanya kan Nyuk?"
"Iye... tinggal bilang aja ya. Jangan malu-malu."
"Bah! Kagak bakalan malu. Kan kau yang suruh aku pake operator ini. Ini pemaksaan kehendak. Memperkosa hak-hakku untuk memilih operator sendiri. Grmbl grmbl grmbl..."
"Haha ngomel aje terus Mpok. Ntar mimpiin orang yang kau sebelin itu tau rasa."
"Nanti telponnya jangan malem banget."
"Hmm... eh Mok, lupa. Aku nggak bisa telpon malam ini. Harus ngetik makalahnya Sandra. Orangnya lagi demam."
"Huuu.. sudah kuduga. Ya sudah."
Lima menit kemudian.
"Ucup! Kau bilang dapat gratis SMS setelah SMS keenam. Mana? Pulsaku malah berkurang tuh!"
"Bah! Kau beli perdananya yang cover warna apa?"
"Hitam."
"Ceileee... Belinya yang warna biru, neng. Yang item mana ada gretongannya, dodol."
"Yee situ kagak ngasih tau. Udah ah, aku mau tidur. Kau mandi sana!"

Pojok Ari

Parade pesan pendek nggak penting.
"Ini nomor Enno. Baru beli."
"Saved."
"Good."
Beberapa jam kemudian.
"Hadoooh... engkelku ditarik. Sakiiiit.."
"Hahaha sangat menghibur ternyata mengetahui kamu sedang dikerjai tukang urut. Maapken hihihi."
"Ya ya ya, kata-katamu sangat membangkitkan semangat. Sakit, tau!"
"Panggil namaku tiga kali dong. Pasti nggak ngaruh. Hehehe jadi ngakak."
"Malah ngakak! Aduuuh kakiku dipuntir-puntir sembarangan! Sakiiit!"
"Selamat ya! Menghibur banget lho mengetahui kamu sedang disiksa. Come on, be macho dong!"
"Ya, at least aku bermanfaat bisa bikin kamu ketawa. Disini aku senyum kecut campur nyengir sakit."
"Bagus dong. Aku bagaikan obat pereda sakit. Secara aku manis, lucu dan oh-so-cute. Ih kamu beruntung ya punya temen kayak aku!"
"Hah! Narsis!"
"Ntar ya, tanda tangan dan fotoku nyusul."
"Iya sini. Ntar kupajang buat nakut-nakutin tikus! Hahaha."

______________________

Coba kita lihat, bener nggak tuh promosinya. Kalau nyebelin, Denny yang dijitak.