15 September 2010

Acar Kuning


Bu, Retno memasak acar kuning hari ini. Mentimun dan wortel yang ada di kulkas sejak Ramadhan terakhir kemarin. Ibu ingin memasaknya untuk buka puasa, tapi tak jadi. Sayur kacang dulu saja, kata Retno. Ibu menurut saja.

Ibu ingin makan dengan acar kuning ya, Bu? Ini Retno buatkan untuk Ibu. Mungkin agak terlalu asin karena tetesan air mata yang jatuh ke bumbunya. Ibu terbaring saja tak bergerak di ranjang rumah sakit itu. Lalu bagaimana acar kuningnya? Bukalah matamu, Bu. Jangan diam tak bergerak begitu. Apa Ibu tidak mau merasakan acar kuning paling enak yang pernah Retno buat? Yang lain sudah mencicipi dan bilang begitu.

Bu, bangun, Bu. Lalu acar kuning ini untuk siapa? Ini Retno buatkan untuk Ibu, bukan untuk yang lain. Retno menyesal mencegah Ibu memasaknya waktu itu. Mungkin Ibu sedang ingin acar kuning, tapi mengalah padaku.

Ini acar kuning yang dibumbui penyesalan dan permohonan maaf. Retno menyesal selalu menyusahkan Ibu. Retno selalu menentang Ibu. Membantah dan memberontak. Maafkan Retno, Bu. Jangan hukum Retno dengan cara seperti ini. Jangan mengabaikan Retno dengan diam saja begitu.

Buka matamu, Bu. Tolong lihat Retno sebentar saja. Ini anakmu yang paling menyusahkan itu hendak memohon ampun padamu. Tolonglah jangan kemana-mana. Tetap bersama kami. Retno janji tidak akan pernah menyusahkan Ibu lagi.

Acar kuningnya Retno simpan di kulkas ya. Berharap ada mukjizat Ibu pulang ke rumah besok lusa. Dan suara Ibu yang nyaring dan ceria itu membahana lagi di rumah ini. "Ini acar dari mana?" Pasti Ibu akan berseru begitu saat membuka kulkas. "Retnoooo.... kenapa acarnya tidak dipanaskan!"

Ibu, ternyata Retno lebih memilih Ibu yang cerewet dan wara-wiri terus itu, daripada hanya diam begitu. Retno kangen Ibu. Kangen suara Ibu mengomel meski untuk hal-hal sepele.

Ibu, please cerewet lagi saja. Asal Ibu baik-baik saja.

_______________________

Ibu saya selalu memanggil saya 'Retno', nama jelas saya. Itu artinya permata, katanya.

14 September 2010

hell[o] september



as my memory rests but never forgets what I lost
wake me up when September ends


september kali ini...aq merasakan kerinduan..merasakan kehilangan..merasakan dicintai..merasakan kebahagiaan.. #perfect
dimulai dari awal bulan..saat merasakan harus kehilangan seseorang yang hampir setahun memenuhi 1/2 ruangan hati..i know it will be happen but it still hurt..dan setelah menangis semalam di bus disertai kejedot akibat ketiduran aq dinyatakan sembuh 75%..
dan karena itu juga..janji itu tidak kembali ke kota itu terucap.. *ahh..jujur aq nyesel..karena kota itu selalu ngangenin buat aq.. :(
september kali ini juga..akhirnya aq pulang ke rumah..rumah yang sudah beberapa bulan aq tinggalkan akibat #ngebolang sana sini..sungguh..rumah adalah tempat ternyaman sekarang...
september kali ini..aq bisa berkumpul bersama keluarga lagi..suatu momen yang sangat langka buat saat ini..
september kali ini..aq berusaha memaafkan..dan memaksa dimaafkan oleh orang2 #Eh XD
september kali ini..aq merasakan indahnya bernostalgila (kembali) dengan teman2 kuliah..
september kali ini..aq siap menjadi jobseeker (lagi)
dan di akhir september kali ini..aq siap mendengar berita buruk (lagi)
ahh...pokonya...september ini...AQ PADAMU LAHH.. #Geje :p

PS : september ini aq pulang ke 'rumah' ini lagi..mohon maaph lahir batin ya buat penghuni oldman..maaph kebvo ini jarang pulang.. #Sungkem

9 September 2010

Jujur

"If you look for truth, you may find comfort in the end; if you look for comfort you will not get either comfort or truth only soft soap and wishful thinking to begin, and in the end, despair."— C.S. Lewis 
---
Prolog untuk saya dan kamu. Yang dinamakan kita.
Yang sedang transisi ke dunia asing. Sesuatu yang asing tapi kita paham rasanya.
Cuma kamu dan saya yang mengerti.

Kepada mereka yang membaca, maka saya perkenalkan dia.
Yang suaranya bisa membuat saya trance. Mirip psikotropika.
Kenapa disini, karena disini ruang rahasia kita. Ruang bisik-bisik, yang letaknya dibawah tanah.
Satu meja dengan kartu berserak, lembar-lembar rahasia kita, botol bir dan abu rokok saya.
Lalu ada sofa merah, tempat kalian duduk, mendengarkan cerita saya.
Kadang cerita kami. Kadang saya hanya berdiri di ujung mengamati kalian bertukar cerita.
Memperhatikan saja.

Tapi gadis ini lain.
Dia bisa membuat saya, yang biasanya murung di pojokan. Menjadi tiba-tiba aktif bicara dengan kalian.
Meletakkan botol bir, dan sisa rokok, lalu terus mengoceh sendiri.

Ahya, saya lupa, dia suka pakai pita.
Dan dia cantik, menarik, pintar, bijaksana, dan semua itu jaman sekarang dirangkum oleh anak muda dengan kata ; lucu.

Dia bukan dokter, bukan psikolog, tapi punya efek menyembuhkan.
Percaya? tidak percaya? nanti ya, kalian coba sendiri kalau sudah kenal betul.
Satu dua kata-katanya, bisa bikin demam hilang, pusing lenyap, malaria lari, diganti penyakit rindu.

Tapi tunggulah sampai kalian lihat senyumnya. wah.. bisa jadi kalian akan berebut dengan saya, untuk lari kesana, lalu kita akan jadi orang bodoh yang berbaris di luar kantornya, sekadar ingin melihat dia berjalan dari parkiran dan tersenyum kepada kita.
Yang mungkin akan kita balas dengan wajah melongo, dan mungkin sebagian yang sudah sadar, akan mengusap mata, tanda tak percaya, ada senyum  yang begitu di bumi ini, di tahun 2010 ini.

Hari ini, saya membuka prolog saya dan dia, ralat, maksud saya, prolog kami.
Si gadis berpita dan saya. Si tukang jeep.
Setelah semalam saya menandaskan epilog kepada si pipi merah.
---
Janji kami cuma satu ; jujur.