
Dulu, long time ago, saya pernah begitu menyukai seorang penyiar radio Retjo Buntung di Jogja *jujur banget infonya*. Namanya Heidy, laki-laki. Suaranya bikin saya setia banget mantengin radio siang malam, kecuali kalau saya harus kuliah *ya iyalah*. Saya juga belum punya TV, jadi hiburan saya satu-satunya dikost yang sepinya nyaingin kuburan ya cuma radio. Selain suaranya yang memang asyik, cara dia merespon pendengarnya selalu membuat saya tertawa. Asli lucu. Kayaknya, ini orang pasti menyenangkan, pikir saya.
Suatu pagi *saat itu saya numpang tidur dikost sahabat terbaik saya*, tiba-tiba kepikiran ide norak dikepala. Sambil nyeruput teh hangat, saya bilang kalau saya ingin dia menemani saya ke radio RB. Sahabat saya langsung berhenti minum. Tanpa saya ucapkan, dia tahu kalau saya ingin bertemu Heidy. Selain tentang skripsi, obrolan tentang betapa enaknya suara Heidy adalah yang paling sering keluar dari mulut saya. Akhirnya, disepakati kalau sepulang dari kampus, kami akan ke radio.
Siang itu, setelah kami tiba di depan radio RB. Tiba-tiba norak saya kambuh. Saya tidak mau turun dari motor. Saya minta pulang. Saya grogi. Sahabat saya ngakak.
Dan kami pun pulang ...
Sampai hari ini, saya masih menyukai suara Heidy. Masih suka dengerin dia siaran walaupun tak pernah melihat wajahnya. Saya juga masih punya keinginan, suatu hari nanti, bertemu *biar cuma dari jauh aja, soalnya takut grogi* dengannya.