Berhubung ntar malam adalah malam minggu, aku mau ngobrolin soal kencan yang dari dulu aku pengenin hehehe
Kalo aku dikasih kesempatan buat kencan, trus aku juga boleh milih mau kencan dimana & kayak apa, kayaknya aku pengen melakukan ini:
1. Pegangan tangan, persis kayak di gambar ini hehehe
2. Nonton film romantis *biar tambah berasa lagi kencan*
3. Pergi ke laut, trus ngobrol-ngobrol sambil liat ombak.
4. Makan kepiting, cumi-cumi, udang, pokoknya makanan laut gitu.
5. Trus pulangnya, di teras kost dia ngasih jam tangan *halah* sambil bilang, "Apapun yang terjadi, jangan pergi & tetap tinggal disampingku yak..."
Sekian, impian konyol ini. Terimakasih atas waktu yang telah Anda sia-siakan untuk membaca tulisan yang amat sangat ga penting ini hwahahaha
27 Februari 2010
its only a beginning
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
Ketika cinta berlabuh ke hati, yang gue tahu adalah dunia tidak lagi terasa sama. Rasanya seluruh waktu di dunia gue runtuh dan kacau. Gue kehilang sistem kendali gue yang luar biasa atas hidup. Ada kekuatan bernama cinta yang bisa membuat seorang gue duduk termenung dan berdiam diri di antara lalu lalang kesibukan. Akibatnya yang paling terasa, otak menjadi lemot dan malas berpikir. Beberapa pekerjaan tidak terselesaikan dan dunia berjalan lebih lambat daripada biasanya.
Tetapi, yang paling menyenangkan dari semua ini adalah rasa bahagia yang bisa melawan segala macam masalah yang sedang gue hadapi. Gue yang cenderung emosi dan blak-blakan jadi bisa meredam semua emosi itu dengan tenang.
Lucu sekaligus aneh.
Maka ke khawatiran yang muncul adalah, apakah ini benar yang namanya cinta? Ataukah ini hanyalah rasa yang hanya hadir sesaat di atas euforia?
Gue enggak tahu akan dibawa kemana perasaan ini. Yang jelas ingin gue endapkan dulu agar berdiam lama di dalam hati. Sekaligus menguji, inikah yang gue cari selama ini? But, still, its only a one side love of me. :)
Ps: puisi di atas itu selalu berhasil membuat gue terharu ketika membacanya. rasa cinta yang besar dengan kesederhanaannya
24 Februari 2010
The-Not-Knowing-things
athazagoraphobia- is the fear of being forgotten (wiki things)
---
Apa yang selalu diduga orang terhadap saya, saya pikir 30% nya salah.
Banyak yang baca blog, terutama kaum remaja pria, menulis pesan pribadi di email, bertanya, setengah konsultasi cinta, dan bahkan membahas perempuan.
Tadi pagi saya buka email. ada 74 email baru.
13 diantaranya spam. 4 email notifikasi blog. 47 email dari jeng fesbuk. sisanya email forwad-an, dan 2 email pribadi yang benar-benar menyita perhatian saya.
Saya baca, saya urutkan logikanya, saya coba masuk ke pikiran anak 17 dan 19 tahun.
Remaja pria. dengan segala masalah cinta, jerawat, usaha ingin membentuk otot bisep,trisep dan perut, tugas sekolah yang minta ampun, dan guru cantik yang bikin deg-deg an.
Ketidak tahuan selalu membutakan.
Dulu saya pernah mengalami hal yang mirip. Memang tidak 100% sama. tapi lumayan mewakili.
17 tahun dan 19 tahun, masalahnya sudah bukan gigi susu yang tanggal, bukan tentang tes menyanyi lagu daerah, dan bukan tentang tergila-gila kartu basket atau dragon ball lagi.
Sedikit lebih kompleks, walaupun sama konyolnya.
Tentang perempuan.
Ya, di usia kurang dari 20. Perempuan memang Major Issue yang susah dipecahkan kompleksitasnya.
Kurang referensi, tidak ada bimbingan, dan bahkan tingkat pengetahuan para pendahulu (kaum pria) nya memang selalu jadi hambatan.
Karena ME, Esquire, atau FHM toh bukan perwakilan pembimbing yang agaknya pas.
Maka, ijinkanlah saya, mewakili para pendahulumu sekalian adek adekku dengan inisial F dan W yang telah bersurat kepada saya tertanggal 20 Februari dan 22 Februari, mencoba menjawab keresahan dan kegundahan hati kalian.
Beberapa tulisan setelah ini, memang tujuannya kepada remaja pria, dengan bahasa semampunya, maka diminta, supaya para wanita, terutama yang sudah dewasa, untuk tidak tertawa, menyumpah, atau mengucapkan kutukan dengan awalan avra ka'davra.
Q : apa yang dilakukan perempuan ketika dia menangis setelah putus?
A : saya jujur, tidak tahu, karena pertama, saya tidak punya kakak, adik, atau saudara perempuan yang serumah. Maka tepatnya apa yang mereka lakukan, jelas saya tidak melihat, karena ibu saya masih jalan dengan bapak saya, dimana itu artinya tidak putus, dan mudah-mudahan jangan sampai, maka jawaban yang pas adalah mungkin seperti ini : " berdasar referensi beberapa teman, program televisi dan majalah perempuan, mungkin mereka akan menyusun konspirasi dan rencana balas dendam dengan misalnya : ber-make up lebih eksotis, nge gym supaya lebih layak jadi cover esquire, atau malah tersedu-sedu dengan bantuan beberapa film korea, box tissue, didorong dengan beberapa batang coklat, dan mungkin beberapa cup ice cream vanilla coklat" . Well. sebaiknya memang kita membuat suatu riset terpelajar tentang hal ini. *sigh.
Q : pada usia berapa biasanya kita akan punya bulu kaki yang lebat, soalnya bulu kaki saya kurang lebat.
A : nah untuk hal ini sebenarnya relatif, karena saya tumbuh sejak awal SMU, sedangkan adik saya sudah menyerupai gorila di akhir SMP, maka dari itu memang tidak disarankan untuk menumbuhkannya secara artificial, karena di usia 27 tahun seperti ini, cukur mencukur itu bisa sangat menyita waktu dan mempersingkat waktu santai kita, selain karena, akhirnya bisa dibilang, bahwa beberapa wanita bahkan tidak suka dicium dengan kondisi kumis dan jenggot yang baru tumbuh.
Q : umur brapa abang mulai pacaran? kok bisa ahli?
A : do i look like an expert to you?? *melotot... buset dah, pertanyaan nya terlalu pribadi, mengganggu, dan menjadikan saya aikon pacaran. hahaha... *komen yang LOL. Oke, dijawab dengan serius. Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, bisa disimpulkan bahwa frasa pacaran dalam hidup saya bisa dibedakan dalam 2 kategori, pertama, fase pacaran for the sake of iseng, yaitu terjadi sekitar 3 kali, pada usia belum matang, antara 12 sampai 18 tahun. dan yang kedua, adalah pacaran in the term of relationship, terjadi 4 kali, antara rentang waktu 19 tahun sampai dengan sekarang, dengan 3 wanita menjadi trial and error, dan 1 wanita menjadi kandidat untuk bertahan 55 tahun kedepan.
ada 2 pertanyaan lagi sebenarnya, tapi terlalu pribadi, dan saya rasa kita memang harus menjadi fans Arsenal, karena MU yang kalian tawarkan sudah hambar untuk saya idolakan. hehehe...
Well, saya rasa demikian yang saya bisa tuliskan, semoga menjadi pertimbangan yang berguna.
Amen..
*lho kok amin.. hahahaha..
sudahlah, saya mau meratapi nasib saya yang jadi konsultan gratisan dulu..
* ya ya ya.. for the sake of all new born man.
20 Februari 2010
Terimakasih
Terimakasih yaa...
Untuk selalu ada saat kubutuhkan...
Terimakasih...
Untuk tidak mempertanyakan apa yang ingin kulakukan saat aku sedang tak ingin membaginya...
Terimakasih...
Untuk menerimaku tanpa syarat...
Terimakasih...
Untuk selalu membuatku merasa dirumahku sendiri...
Terimakasih...
Untuk kehangatan yang kau beri tanpa sadar...
Terimakasih...
Untuk senyum & canda yang kau beri saat aku sedang ingin jadi sari yang 'tak baik'...
Aku tak pernah bisa membencimu, untuk apa yang telah maupun yang belum kau lakukan padaku...
Untuk selalu ada saat kubutuhkan...
Terimakasih...
Untuk tidak mempertanyakan apa yang ingin kulakukan saat aku sedang tak ingin membaginya...
Terimakasih...
Untuk menerimaku tanpa syarat...
Terimakasih...
Untuk selalu membuatku merasa dirumahku sendiri...
Terimakasih...
Untuk kehangatan yang kau beri tanpa sadar...
Terimakasih...
Untuk senyum & canda yang kau beri saat aku sedang ingin jadi sari yang 'tak baik'...
Aku tak pernah bisa membencimu, untuk apa yang telah maupun yang belum kau lakukan padaku...
17 Februari 2010
Living in lies?
Postingan kedua saya dalam sehari.
I must've been inspired.
Dan benar. Saya terinspirasi untuk menulis LAGI setelah chatting-chatting dengan dedii saya yang ganteng sendiri itu (ngerayu minta dikirimi uang jajan). Setelah berbincang-bincang ngalor-ngidul (bahasa Jawa, maksudnya bicara tentang macam-macam), kami kembali mendiskusikan kenyataan bahwa saya itu takut ketagihan.
Atau seperti dedii bilang, "ketagihan ketakutan atas ketagihan itu".
Mungkin.
Saya jelaskan mengapa saya takut ketagihan. Saya takut bahwa kalau saya terlibat, saya terlanjur memiliki emotional attachment terhadap benda/orang itu, saya akan sakit hati dikala saya kehilangan.
"Berarti intinya kamu bukan takut ketagihan...tapi paranoid about losing", begitu kata dedii.
Dan itu mungkin alasan mengapa saya takut sekali menjalin hubungan baru (hubungan boy-girl, hubungan romantis, hubungan naksir-naksiran, whatever you call it).
Selama 18 tahun hidup saya, saya baru pacaran serius SATU kali. Gebetan ada beberapa, cinta monyet juga ada, TTM juga ada (btw, TTM itu bahasa Inggrisnya Friends With Benefits). Tapi kalo pacar yang benar-benar serius cuman satu. Ya, dengan orang itu.
Cerita singkatnya: Saya pacaran. Putus karena sama-sama lelah LDR (dan dia pacaran sama cewek lain pula). Saya maapkan, dan masih sayang2 dikit. Sempet balikan. Ealah ketauan ternyata dia itu THREE timing. Gak cuman two timing lho ya, 3! Artinya there's me, him, and 2 other girls. WOW)
Setelah itu, tiba-tiba banyak kebohongan dia yang terbongkar. Dan saya merasa ditipu.
Mulai dari saat itu, kepercayaan saya padanya hancur begitu saja.
Dan selama 1 tahun lebih kami berpacaran, ada kemungkinan bahwa dia tidak hanya pacaran dengan saya. Dan dari situlah ke-paranoid-an saya berkembang.
Seperti yang saya katakan sebelumnya...saya takut bahwa kalau saya terlibat, saya terlanjur memiliki emotional attachment terhadap benda/orang itu, saya akan sakit hati dikala saya kehilangan.
I swore to myself to never let the same thing happen to me again. Ever.
I swore to give in to love 100%.
Memang kedengaran salah, tapi ini precaution sebelum hati saya hancur lagi untuk kedua kalinya.
Maybe one of these days, if I met the right person, I'll give in.
Not for now. Don't wanna live another lie.
I must've been inspired.
Dan benar. Saya terinspirasi untuk menulis LAGI setelah chatting-chatting dengan dedii saya yang ganteng sendiri itu (ngerayu minta dikirimi uang jajan). Setelah berbincang-bincang ngalor-ngidul (bahasa Jawa, maksudnya bicara tentang macam-macam), kami kembali mendiskusikan kenyataan bahwa saya itu takut ketagihan.
Atau seperti dedii bilang, "ketagihan ketakutan atas ketagihan itu".
Mungkin.
Saya jelaskan mengapa saya takut ketagihan. Saya takut bahwa kalau saya terlibat, saya terlanjur memiliki emotional attachment terhadap benda/orang itu, saya akan sakit hati dikala saya kehilangan.
"Berarti intinya kamu bukan takut ketagihan...tapi paranoid about losing", begitu kata dedii.
Dan itu mungkin alasan mengapa saya takut sekali menjalin hubungan baru (hubungan boy-girl, hubungan romantis, hubungan naksir-naksiran, whatever you call it).
Selama 18 tahun hidup saya, saya baru pacaran serius SATU kali. Gebetan ada beberapa, cinta monyet juga ada, TTM juga ada (btw, TTM itu bahasa Inggrisnya Friends With Benefits). Tapi kalo pacar yang benar-benar serius cuman satu. Ya, dengan orang itu.
Cerita singkatnya: Saya pacaran. Putus karena sama-sama lelah LDR (dan dia pacaran sama cewek lain pula). Saya maapkan, dan masih sayang2 dikit. Sempet balikan. Ealah ketauan ternyata dia itu THREE timing. Gak cuman two timing lho ya, 3! Artinya there's me, him, and 2 other girls. WOW)
Setelah itu, tiba-tiba banyak kebohongan dia yang terbongkar. Dan saya merasa ditipu.
Mulai dari saat itu, kepercayaan saya padanya hancur begitu saja.
Dan selama 1 tahun lebih kami berpacaran, ada kemungkinan bahwa dia tidak hanya pacaran dengan saya. Dan dari situlah ke-paranoid-an saya berkembang.
Seperti yang saya katakan sebelumnya...saya takut bahwa kalau saya terlibat, saya terlanjur memiliki emotional attachment terhadap benda/orang itu, saya akan sakit hati dikala saya kehilangan.
I swore to myself to never let the same thing happen to me again. Ever.
I swore to give in to love 100%.
Memang kedengaran salah, tapi ini precaution sebelum hati saya hancur lagi untuk kedua kalinya.
Maybe one of these days, if I met the right person, I'll give in.
Not for now. Don't wanna live another lie.
There goes my self-esteem.
Krisis. Percaya. Diri.
Belakangan saya menghadapi macam-macam masalah dan tantangan yang membuat hati saya miris, tenaga saya terkuras, dan pikiran saya tidak tenang.
Kuliah lancar-lancar saja. Masih lulus semua mata kuliahnya. Tapi ada sebuah ketidak-tenangan yang saya rasakan belakangan. Entah mengapa saya selalu berpikir bahwa saya tidak berada di jurusan yang tepat. Ya - memang itu pilihan saya di awal, tapi dengan seiring berjalannya waktu, tiba-tiba saya meragukan SEGALA pilihan saya. Apa benar saya mau tetap di jurusan ini? Kalau iya, nanti kalau sudah lulus saya kerja jadi apa?
Kerja sampingan juga begitu. Saya ada panggilan interview besok. Saya mempertanyakan diri saya sendiri. Mampu tidak saya merespons pertanyaan-pertanyaan calon bos saya dengan cermat dan tepat? Apa saya siap untuk kerja di bidang itu?
Masalah gebetan *ahermm*... Saya masih dalam tahap pencarian. Saya bertemu dengan beberapa orang yang berpotensi jadi pacar, tapi entah mengapa, saya selalu lari dari mereka. Selalu ada sesuatu yang membuat saya turned-off. Entah itu karena mereka terlalu sering minum-minum, terlalu percaya dengan tahayul-tahayul, tidak percaya adanya Tuhan, terlalu PD, atau suka pergi ke strip club. Dan saya sering takut bahwa saya akan kehabisan pria-pria yang mapan, sepadan, seiman...*dan tampan*
Gila. Sungguh gila. Krisis percaya diri melanda, dan semua hal yang dulu saya percaya bahwa saya bisa tiba-tiba menjadi hal-hal yang saya ragukan.
Mungkin ini sebuah fase.
Seperti fase dimana saya paranoid adanya serial killer bersembunyi di kloset saya setelah menonton Criminal Minds.
Kalau memang iya, semoga saya bisa get over it, ASAP.
Hana out.
P.S. Maaf ya saya jadi curhat begini...jadi mellow begini... Semoga bisa sembuh cepat.
Belakangan saya menghadapi macam-macam masalah dan tantangan yang membuat hati saya miris, tenaga saya terkuras, dan pikiran saya tidak tenang.
Kuliah lancar-lancar saja. Masih lulus semua mata kuliahnya. Tapi ada sebuah ketidak-tenangan yang saya rasakan belakangan. Entah mengapa saya selalu berpikir bahwa saya tidak berada di jurusan yang tepat. Ya - memang itu pilihan saya di awal, tapi dengan seiring berjalannya waktu, tiba-tiba saya meragukan SEGALA pilihan saya. Apa benar saya mau tetap di jurusan ini? Kalau iya, nanti kalau sudah lulus saya kerja jadi apa?
Kerja sampingan juga begitu. Saya ada panggilan interview besok. Saya mempertanyakan diri saya sendiri. Mampu tidak saya merespons pertanyaan-pertanyaan calon bos saya dengan cermat dan tepat? Apa saya siap untuk kerja di bidang itu?
Masalah gebetan *ahermm*... Saya masih dalam tahap pencarian. Saya bertemu dengan beberapa orang yang berpotensi jadi pacar, tapi entah mengapa, saya selalu lari dari mereka. Selalu ada sesuatu yang membuat saya turned-off. Entah itu karena mereka terlalu sering minum-minum, terlalu percaya dengan tahayul-tahayul, tidak percaya adanya Tuhan, terlalu PD, atau suka pergi ke strip club. Dan saya sering takut bahwa saya akan kehabisan pria-pria yang mapan, sepadan, seiman...*dan tampan*
Gila. Sungguh gila. Krisis percaya diri melanda, dan semua hal yang dulu saya percaya bahwa saya bisa tiba-tiba menjadi hal-hal yang saya ragukan.
Mungkin ini sebuah fase.
Seperti fase dimana saya paranoid adanya serial killer bersembunyi di kloset saya setelah menonton Criminal Minds.
Kalau memang iya, semoga saya bisa get over it, ASAP.
Hana out.
P.S. Maaf ya saya jadi curhat begini...jadi mellow begini... Semoga bisa sembuh cepat.
16 Februari 2010
tentang pengakuan itu...
Hari ini, 16 Februari 2010, tuntas sudah semuanya.
Sesuatu yang lama kusimpan, aku pertimbangkan matang-matang *sampe nyaris gosong & mengerak*, akhirnya keluar juga.
Ini tentang sebuah pengakuan. Tentang harga diri yang kutekan untuk mengakui sesuatu yang selama ini kupertanyakan keberadaannya. Ternyata, perasaan itu memang ada. Rasa suka padamu.
"Aku menyukaimu, bukan lagi sebagai sahabat. Aku menyukaimu, seperti sukanya perempuan terhadap laki-laki yang telah berhasil membuatnya jatuh hati."
Bukan hal yang mudah untuk orang dengan rasa angkuh yang tinggi sepertiku untuk mengakui bahwa kali ini, akulah yang pertama mengatakannya padamu. Rasanya seperti telanjang di hadapanmu. Aku malu sekali.
Hari ini, aku lega. Aku bisa menaklukan diri sendiri. Bisa mengakui padamu & dunia, bahwa aku manusia biasa. Sekalipun aku mati besok, aku mati dengan tenang. Tidak ada lagi yang aku tutupi darimu.
Ada puisi yang baru saja kutunjukkan padamu. Yang mungkin bisa menggambarkan dirimu. Puisi yang kuambil dari sini.
Kamu bagaikan gula-gula kapas
Manis, legit, memikat
Membuat ketagihan
Kendati kutahu kehadiranmu tak bertahan lama
Kamu seperti pasir
Datang dan sirna dibawa ombak
Lepas berhamburan
Jika terlalu erat digenggam
Kamu layaknya api
Membakar dan menghanguskan
Namun tetap saja aku mendekat kepadamu
Mencari hangat dan pijarmu
Kamu tak ubahnya rembulan
Hanya bisa dipandangi
Tak tergenggam,
Tak sanggup kumiliki.
Aku tak paham puisi-puisi rumit
Dan aku bukan penggemar Sapardi
Namun kamu membuatku mengerti isi hati pujangga
Dan mengapa mereka bisa mencipta larik seindah bunga.
Izinkan aku menyayangimu dengan sederhana
Entah kamu gula-gula kapas, pasir, api, atau rembulan
Karena dengan kamu dalam dekapku
Aku tak lagi peduli akan siapa dan mengapa
Maka, biarkan hatiku jatuh bebas
Entah ia terjun, menukik, berputar
Terjerembab, tersandung, terpelintir
Biru lebam, berdarah, atau berkilau
Biarkan rasa ini ada
Selama aku masih diizinkan menggenggam
Selama ia masih ingin berlabuh
Selama ia masih mampu mengalir
Dan izinkan aku menyayangimu dengan sederhana.
"Tuhan, aku sudah mengaku padanya, tentang sesuatu yang kusebut dengan 'sayang'. Perasaan yang datang dari-MU. Sekarang, semuanya kuserahkan pada-MU lagi. Aku tidak berhak berharap lebih. Biarkan kuasa-MU yang menyatukan atau bahkan memisahkan aku & dia."
Sesuatu yang lama kusimpan, aku pertimbangkan matang-matang *sampe nyaris gosong & mengerak*, akhirnya keluar juga.
Ini tentang sebuah pengakuan. Tentang harga diri yang kutekan untuk mengakui sesuatu yang selama ini kupertanyakan keberadaannya. Ternyata, perasaan itu memang ada. Rasa suka padamu.
"Aku menyukaimu, bukan lagi sebagai sahabat. Aku menyukaimu, seperti sukanya perempuan terhadap laki-laki yang telah berhasil membuatnya jatuh hati."
Bukan hal yang mudah untuk orang dengan rasa angkuh yang tinggi sepertiku untuk mengakui bahwa kali ini, akulah yang pertama mengatakannya padamu. Rasanya seperti telanjang di hadapanmu. Aku malu sekali.
Hari ini, aku lega. Aku bisa menaklukan diri sendiri. Bisa mengakui padamu & dunia, bahwa aku manusia biasa. Sekalipun aku mati besok, aku mati dengan tenang. Tidak ada lagi yang aku tutupi darimu.
Ada puisi yang baru saja kutunjukkan padamu. Yang mungkin bisa menggambarkan dirimu. Puisi yang kuambil dari sini.
Kamu bagaikan gula-gula kapas
Manis, legit, memikat
Membuat ketagihan
Kendati kutahu kehadiranmu tak bertahan lama
Kamu seperti pasir
Datang dan sirna dibawa ombak
Lepas berhamburan
Jika terlalu erat digenggam
Kamu layaknya api
Membakar dan menghanguskan
Namun tetap saja aku mendekat kepadamu
Mencari hangat dan pijarmu
Kamu tak ubahnya rembulan
Hanya bisa dipandangi
Tak tergenggam,
Tak sanggup kumiliki.
Aku tak paham puisi-puisi rumit
Dan aku bukan penggemar Sapardi
Namun kamu membuatku mengerti isi hati pujangga
Dan mengapa mereka bisa mencipta larik seindah bunga.
Izinkan aku menyayangimu dengan sederhana
Entah kamu gula-gula kapas, pasir, api, atau rembulan
Karena dengan kamu dalam dekapku
Aku tak lagi peduli akan siapa dan mengapa
Maka, biarkan hatiku jatuh bebas
Entah ia terjun, menukik, berputar
Terjerembab, tersandung, terpelintir
Biru lebam, berdarah, atau berkilau
Biarkan rasa ini ada
Selama aku masih diizinkan menggenggam
Selama ia masih ingin berlabuh
Selama ia masih mampu mengalir
Dan izinkan aku menyayangimu dengan sederhana.
"Tuhan, aku sudah mengaku padanya, tentang sesuatu yang kusebut dengan 'sayang'. Perasaan yang datang dari-MU. Sekarang, semuanya kuserahkan pada-MU lagi. Aku tidak berhak berharap lebih. Biarkan kuasa-MU yang menyatukan atau bahkan memisahkan aku & dia."
9 Februari 2010
Kematian
Dua kematian. Dua kematian beruntun dalam keluarga besar saya dua minggu yang lalu membuat kami syok. Dua-duanya pakde saya, dua-duanya meninggal selang 8 hari setelah yang pertama. Mereka abang-abangnya ibu saya. Pakde yang satu meninggal sangat mendadak terkena serangan jantung yang rupanya tak pernah ia sadari. Pakde yang satu lagi meninggal karena sakit, setelah bertahun-tahun kesehatannya terus merosot.
Saya sedih. Rasanya ingin menangis meraung-raung karena saya sayang kedua almarhum. Tapi menangisi yang meninggal kan hukumnya makruh, jadi di pemakaman mereka saya mengatupkan mulut erat-erat menahan isak, meski air mata saya membanjir deras seperti sungai.
Pakde yang wafat pertama meninggalkan kenangan manis di masa kecil saya. Ia orang yang kalem, lembut dan kebapakan. Ia suka mengajak anak-anak dan keponakannya jalan-jalan dan makan-makan. Saya ingat senyumnya yang lembut dan tatapannya yang teduh saat melihat saya makan dengan lahap. "Pelan-pelan, Retno..." Katanya menahan tawa. Pakde saya yang ini suka mengajak kami ke taman bermain. Ke Dufan, ke Taman Mini, ke Ragunan.
Pakde yang menyusulnya menghadap Sang Khalik adalah abangnya. Ia pensiunan tentara Infantri. Tentara perang. Ia punya banyak cerita perang saat TNI melawan Fretilin di Timor Timur dulu. Ia orang yang tegas, disiplin dan serius. Tetapi ia menyukai kucing seperti saya. Saya ingat suatu hari saya datang ke rumahnya untuk numpang menangis karena patah hati. Ia memanggil saya dan menyuruhnya duduk di sebelahnya.
"Retno, kalau kamu sedang sedih, ambil air wudhu dan sholatlah," ujarnya.
Ketika ia sakit dan terbaring tak berdaya di ranjangnya, saya sempat ikut merawatnya sebentar. Ia suka menggenggam erat tangan saya seolah tak ingin saya pergi sampai ia tertidur.
Lalu mereka meninggal dunia. Mendahului kami semua. Kematian yang harus kami terima, tentu saja. Karena segalanya hanya milik Allah semata.
Saya melihat ibu saya menangis, ayah saya tertunduk di sisi liang lahat. Tiba-tiba saya sadar, bahwa suatu hari saya pun harus ikhlas kehilangan mereka. Tidak, saya takut kehilangan mereka. Saya belum siap tanpa mereka. Benar kata sepupu saya yang kehilangan ayahnya itu. Ia berbisik di telinga saya saat penguburan ayahnya.
"No, kamu harus membahagiakan orangtuamu selagi mereka masih ada. Jangan menunggu sebelum semuanya terlambat..."
Tuhan, segala daya upaya adalah kehendakMu. Kehidupan dan kematian adalah milikMu. Tapi berilah saya kesempatan untuk membahagiakan mereka sebelum Kau ambil mereka dari sisiku. Amin.
Saya sedih. Rasanya ingin menangis meraung-raung karena saya sayang kedua almarhum. Tapi menangisi yang meninggal kan hukumnya makruh, jadi di pemakaman mereka saya mengatupkan mulut erat-erat menahan isak, meski air mata saya membanjir deras seperti sungai.
Pakde yang wafat pertama meninggalkan kenangan manis di masa kecil saya. Ia orang yang kalem, lembut dan kebapakan. Ia suka mengajak anak-anak dan keponakannya jalan-jalan dan makan-makan. Saya ingat senyumnya yang lembut dan tatapannya yang teduh saat melihat saya makan dengan lahap. "Pelan-pelan, Retno..." Katanya menahan tawa. Pakde saya yang ini suka mengajak kami ke taman bermain. Ke Dufan, ke Taman Mini, ke Ragunan.
Pakde yang menyusulnya menghadap Sang Khalik adalah abangnya. Ia pensiunan tentara Infantri. Tentara perang. Ia punya banyak cerita perang saat TNI melawan Fretilin di Timor Timur dulu. Ia orang yang tegas, disiplin dan serius. Tetapi ia menyukai kucing seperti saya. Saya ingat suatu hari saya datang ke rumahnya untuk numpang menangis karena patah hati. Ia memanggil saya dan menyuruhnya duduk di sebelahnya.
"Retno, kalau kamu sedang sedih, ambil air wudhu dan sholatlah," ujarnya.
Ketika ia sakit dan terbaring tak berdaya di ranjangnya, saya sempat ikut merawatnya sebentar. Ia suka menggenggam erat tangan saya seolah tak ingin saya pergi sampai ia tertidur.
Lalu mereka meninggal dunia. Mendahului kami semua. Kematian yang harus kami terima, tentu saja. Karena segalanya hanya milik Allah semata.
Saya melihat ibu saya menangis, ayah saya tertunduk di sisi liang lahat. Tiba-tiba saya sadar, bahwa suatu hari saya pun harus ikhlas kehilangan mereka. Tidak, saya takut kehilangan mereka. Saya belum siap tanpa mereka. Benar kata sepupu saya yang kehilangan ayahnya itu. Ia berbisik di telinga saya saat penguburan ayahnya.
"No, kamu harus membahagiakan orangtuamu selagi mereka masih ada. Jangan menunggu sebelum semuanya terlambat..."
Tuhan, segala daya upaya adalah kehendakMu. Kehidupan dan kematian adalah milikMu. Tapi berilah saya kesempatan untuk membahagiakan mereka sebelum Kau ambil mereka dari sisiku. Amin.
SuperMan Can Cry
Salah kalau menjadi laki-laki dalam suasana emosi yang sangat down, menangis?
Mungkin iya. Mungkin.
Tapi toh saya melakukannya. Dengan tidak sadar. Di dalam pesawat. Di sisi jendela.
Kali ini bukan saya yang mengusap usap pipi sandra ketika dia menangis. Kini dia yang memegang tangan saya erat sekali, dan kemudian memegang pipi saya dengan kedua tangan kecilnya itu.
Dan ya. Bisa ditebak. Ujungnya malah dia yang nangisnya lebih lama dan banyak air matanya dari pada saya.
Tapi benar bahwa saya sepanjang jalan hampir tidak bicara satu patah katapun.
Hanya diam, bukan melamun, hanya terlalu larut dengan skenario-skenario dalam otak saya sendiri.
Sepanjang hayat saya, sepanjang saya sudah berusia lebih dari 4 tahun sampai sekarang.
Setelah saya ingat-ingat dan hitung, saya sudah menangis kurang lebih 3 kali.
Pertama saya ingat betul, ketika paman kesayangan saya meninggal bersamaan dengan sorenya anjing Chowchow kesayangan saya ditabrak angkot, sekitar tahun 1990 an.
Kedua sekitar 3 tahunan yang lalu, saat saya dan sandra dideklarasikan haram oleh mamanya. Ya, cuma dia perempuan yang membuat saya benar-benar ber air mata.
Ketiga, kemarin itu.
Rasanya aneh, menangis itu. Seperti ada yang dilepaskan, dan lebih dari tarik napas dalam-dalam.
tapi tetap janggal buat saya.
Setidaknya saya sudah mengakuinya.
Jurus menangis perempuan itu ada gunanya juga. *ampun ibu-ibu*
Langganan:
Postingan (Atom)