Saya tak mengira. Ternyata tanpa Ibu rasanya terlalu sakit. Lebih sakit dari patah hati yang terparah sekalipun. Lebih sakit dari rasa terhina. Lebih-lebih sakit dari segala pahit.
Seolah-olah ada lubang besar dalam hati dan tak akan terisi lagi. Seperti tak ada tempat berpegang, tercerabut dari akar. Melayang tak tentu arah.
Tiba-tiba saja muncul sesal yang besar bersama jutaan hal yang ternyata belum sempat ditanyakan.
Di rumah sakit mana aku lahir, Bu? Betulkah hari Selasa? Bagaimana cara membuat sup kacang merah? Kenapa Ibu jatuh cinta pada Ayah? Puasa sebelum Idhul Adha itu boleh tiga hari saja kan? Sholawat yang Ibu ajarkan waktu aku kecil itu buat mendoakan apa?
Ah, Ibu... begitu banyak yang belum sempat ditanyakan.
Sore ini kangen yang membuncah membawa saya ke makam Ibu. Makam yang tanahnya masih merah dan basah oleh hujan. Yang nisannya masih berupa kayu seadanya dan taburan bunganya belum mengering.
Benarkah Ibu yang terbaring di dalam sana? Ibu, yang setiap sore duduk di beranda bersama Ayah dan kucing-kucing?
Lalu kekosongan itu datang seperti kabut yang membuat sesak. Saya sudah tak punya Ibu. Perempuan piatu yang terisak sendiri dalam gerimis di depan makam itu.
Kosong. Kosong. Tanpa perempuan yang pernah menghadirkan saya ke dunia ....
saya juga sedang merasa kosong, meski mungkin tidak seperti yang kamu rasa.
BalasHapusturut bersedih ya, mbak.
BalasHapussemoga diberi kekuatan sama Tuhan. Amien.
saya baca ini, ketika saya sedang "membenci" ibu saya..
BalasHapusdan, tulisan ini membuat dada saya sesak...
sabar ya mbak.. *hug*
mba enno...
BalasHapusyg tabah ya mba...
slalu berdoa buat Ibu disana..
@ra-kun: sama2 ga enak ya?
BalasHapus@tammi: makasih ya tam.. amiinn
@ta: penyesalan sll dtg terlambat lho.. manfaatkan kesempatan ketika masih bisa menikmati kasih sayang ibu... thx ya pelukannya :)
@chie: thx ya,,, :)
kata2 yang indah.
BalasHapusom ikutan kuis di tempat gw yuk, ada kemeja cantik sebagai hadiahnya. ditunggu yah