Hari terburuk saya adalah tepat 4 tahun yang lalu sejak sekarang. Ketika saya terpaksa berada di acara pernikahan orang yang saya cintai. Ia sepupu saya sendiri. Menikahi anak pembantu di rumah yang saya tinggali.
Itu adalah hari yang terburuk, karena saya tidak bisa pergi karena sedang menjadi orang yang menumpang di rumah itu. Itu rumah saudara orangtua saya. Jika saya pergi dan tidak memperlihatkan partisipasi saya, rasanya saya menjadi orang yang tidak tahu diri dan tidak tahu berterima kasih. Saya akan menyinggung perasaannya, karena si empunya rumah tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tidak tahu masa lalu saya dan si pengantin pria brengsek itu.
Benar-benar hari terburuk, bahkan jika dibandingkan ketika saya memergoki pacar berselingkuh atau diputuskan sepihak secara tiba-tiba. Hari terburuk dibandingkan seandainya saya tidak lulus ujian skripsi dan harus mengulangi terornya sekali lagi.
Bayangkanlah jika kalian harus menyaksikan ijab kabul laki-laki yang sebulan lalu masih menjadi kekasihmu, tapi ia melakukannya dengan perempuan lain. Sementara hatimu masih syok, masih tak rela dan kamu masih mencintainya.
Ya. Saya berada di sana. Menyaksikan semuanya, mencoba bersikap tak peduli. Bahkan saya berkebaya seperti yang lain untuk menghormati acara sakral itu. Acara sakral yang waktu itu saya sumpahi tidak akan membawa kebahagiaan.... dan nyatanya kini memang begitu.
Laki-laki itu sebulan yang lalu berkata bahwa ia tak bisa lagi bersama saya. Karena ia memilih si anak pembantu genit murahan itu dan akan menikahinya.
"Kamu menghamilinya?" Tanya saya waktu itu.
Ia bersumpah tidak. Katanya ia kasihan pada perempuan sok nelangsa itu, yang ditinggal ayahnya sejak kecil.
Saya memilih tak menginterogasinya lagi. Saya bilang 'baiklah, kalau ternyata seleramu serendah itu.' Tapi saya tampar ia keras sekali. Saya katakan padanya saya tak akan pernah memaafkannya. Karena ia sedarah dengan saya dan seharusnya itu adalah alasan yang sangat kuat baginya untuk melindungi saya bukannya menghancurkan hati saya.
Saya tidak ingin ribut karena saya masih punya harga diri. Saya tak ingin berebut laki-laki dengan seorang anak pembantu kurang ajar yang berpendidikan rendah. Ambil saja laki-laki itu kalau mau, toh saya juga tidak butuh laki-laki brengsek berselera rendah macam dia. Saya bahkan tak mau berurusan lagi dengannya sampai saya mati. Namanya tak ada lagi dalam daftar keluarga saya.
Well, semoga itu menjadi satu-satunya hari terburuk saya. Sampai sekarang pun saya masih tak percaya, kenapa saya bisa melewati hari itu dengan tabah.
wah cerita mengharukan ya mbak, tapi mbak semoga tabah ya, suatu saat akan ada lelaki lain yang sangat mencintai mbak dan tidak akan menyakiti mbak
BalasHapusBener..bener...bener...
BalasHapusgak banget berantem gara" ngerebutin laki" brengsek. laki" semacam itu memang harus disingkirkan dari kehidupan.
Saking banyaknya 'the worst day' in my life, aku jadi bingung nentuin mana yang paling 'ever' hehehe
BalasHapusiya mok.. udah biarin aja..
BalasHapuskasian dia pacaran sama-mu terus.. :P
hahahaha,, :D
dah, yg penting sekarang kau yg bisa bahagia.
no, kok gw bayangin lu kayak isabel ala telenovela ya pas lagi nampar si laki
BalasHapusbagi2 resep tabahnya dong mbak.. :)
BalasHapussalut bangeth..
@wiwit: amin... makasih doanya ya :)
BalasHapus@rava: so, kita toss dulu dong ah! :D
@sari: hahaha.. yg bener ah :P
@denny: aku bahagia kalo baju bridesmaidnya tertutup aja. ya? ya?
@brokoli: hihihi iya emang kok, agak2 lebay :P
@pohon: resep tabah? apa ya? ga ada resepnya... anggap aja setiap cobaan itu ujian kenaikan tingkat dari Tuhan.. jd kita mesti lulus :)