Begitu banyak kejadian yang menyebalkan, yang bikin saya nggak sudi ketemu muka dengan para biang keroknya.
Jangankan ketemu, salaman dan ngomong saja sedang malas super akut. Saya masih sakit hati. Meskipun, kata Nabi, memaafkan itu jauh lebih utama daripada menyimpan dendam, apa lagi memberi balasan.
Tetapi kalau saya kabur, siapa yang mengurus ayah saya coba? Selama ini cuma saya yang bisa diandalkan. Kasihan juga kalau tidak ada yang menyiapkan pakaian ayah saya untuk sholat Ied, membuatnya merasa nyaman di tengah begitu banyak ipar dan keponakan almarhum Ibu yang selalu berkumpul di rumah kami.
Saya harus membersihkan rumah. Sendirian, tentu saja. Mengganti semua sprei, sarung bantal, taplak meja. Membersihkan kaca dan tirai jendela. Lagi-lagi sendirian.
Jadi, yah...
Terpaksalah, saya nggak jadi kabur. Meskipun keinginan itu sangat menggoda. Saya membayangkan kabur ke Jogja. Membayangkan tidur berleha-leha menonton tv sendirian atau browsing sana-sini tanpa ada gangguan. Jalan-jalan mencari makanan atau belanja.
Sholat Ied di masjid terdekat, lalu pulang ke hotel. Saya nggak perlu makan ketupat opor. Toh, tiap hari bikin juga bisa.
Tetapi, ya itu tadi.
Kayaknya tidak bisa. Sigh!
Hahaha, kabur sendirian ke hotel terus nggak ngapa2in itu impian gue banget lho. Pengen rasanya tidur nggak diganggu. Apalagi kalo di luarnya hujan. Whuaahhh. Mewah banget kayanya.
BalasHapusBTW, ke Jakarta lagi aja No. Sehari dua hari aja. Tapi beresin dulu urusan rumah. Hihihi.
iya mon... impian gw juga....
Hapuskemarin agak lumayan puas pas di jogja. Bangun siang di hotel, bermalas-malasan....
Pas balik lagi ke rumah, jederrr! Jadi babu lagi deh :))